Sabtu, 31 Maret 2012

MAKALAH “PEMBAGIAN KEKUASAAN”

MAKALAH
PEMBAGIAN KEKUASAAN
Disusun
KELOMPOK II
Ketua          : Nur Rahmah AR
Sekretaris   :A.Lucya Anggerayny
Anggota      : Wika Febriani Sultra
Santi Novita Paradina S.
Ria Riska
Ferawati
Basma Kahar

Akademi kebidanan menara primadani watansoppeng
 KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr Wb
            Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kelompok kami untuk dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “PEMBAGIAN KEKUASAAN “.
            Dalam makalah ini mengkaji tentang pembagian kekuasaan di Indonesia,selain itu juga mengkaji beberapa pendapat mengenai pembagian kekuasaan,baik itu ajaran trias  politica,maupun pendapat-pendapat lainnya.
            Kami dari tim penulis atau kelompok II mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing atas ilmu baru yang kami dapatkan dari makalah ini yang merupakan salah satu ilmu yang belum pernah kami dapatkan sebelumnya           
Semoga saja dalam penyusunan makalah ini, dapat memberi manfaat bagi peserta diskusi, dan kami dari tim penulis memohon maaf, apabila terdapat kesalahan kata ataupun kalimat yang tidak pantas untuk ditampilkan dalam sebuah diskusi, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Wassalamu Alaikum Wr Wb
Penulis




DAFTAR ISI
Kata pengantar……………………………………………………………………i
Daftar Isi…………………………………………………………………………ii
Bab I   Pendahuluan……………………………………………………………...1
Bab II Pembagian Kekuasaa……….……………………………………………3
1.      Pengertian……………………………………………………………3
2.      Pembagian kekuasaan menurut John Locke………………………....4
3.      Konsep Trias Politica Montesquieu……………………………….....4
4.      Pembagian kekuasaan di Indonesia……………………………….....7
5.      Latar belakang check and balance di Indonesia…………………….11
Bab III            Penutup…………………………………………………………………16
Daftar pustaka…………………………………………………………………..18





BAB I
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis besarnya dalam susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu oleh Indonesia dan yang datang dari luar,Diperhatikan sungguh-sungguh dalam pengupasan ketatanegaraan ini, semata-mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasI.
Pembagian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia 1945 berdasarkan ajaran pembagian kekuasaan yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia; tetapi pengaruh dari luar; diambil tindakan atas tiga kekuasaan, yang dinamai Trias Politica, seperti dikenal dalam sejarah kontitusi di Eropa Barat dan amerika Serikat.
Ajaran Trias Politica diluar negeri pada hakikatnya mendahulukan dasar pembagian kekuasaan, dan pembagian atas tiga cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat dari pemikiran ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang pemerintah dan untuk menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.

2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
a.       Pengertian dari pembagian kekuasaan?
b.      Bagaimana pembagian kekuasaan menurut John Locke?
c.       Bagaimana Konsep Trias politica Mostesquieu?
d.      Bagaimanakah pembagian kekuasaan di Indonesia?

3.Maksud dan Tujuan
Bertolak dari masalah yang telah dikemukakan pada bagian rumusan masalah, maka tujuan makalah ini adalah  sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui pengertian dari pembagian kekuasaan
b.      Untuk mengetahui pembagian kekuasaan menurut John Locke
c.       Untuk mengetahui konsep Trias Politica Montesquieu
d.      Untuk mengetahui pembagian kekuasaan diIndonesia
4.Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini,yaitu membantu mahasiswa untuk mengetahui:
a.       Pemagian kekuasaan
b.      Pembagian kekuasaan menurut john locke
c.       Konsep trias politica Montesquieu
d.      Pembagian kekuasaan di Indonesia.





BAB II
PEMBAGIAN KEKUASAAN

1.PENGERTIAN

Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian proses menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu. Sehingga secara harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang yang dimiliki oleh Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga Negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak/ lembaga.
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama (Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988: 140). Berbeda dengan pendapat dari Jimly Asshiddiqie yang mengatakan kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks dan balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan, yaitu memungkinkan adanya koordinasi atau kerjasama. Selain itu pembagian kekuasaan baik dalam arti pembagian atau pemisahan yang diungkapkan dari keduanya juga mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membatasi kekuasaan sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewanang-wenangan.Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua cara, yaitu (Zul Afdi Ardian, 1994:62):
1. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya. Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu negara federal.
2. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.

2.PEMBAGIAN KEKUASAAN MENURUT JOHN LOCKE

John Locke, dalam bukunya yang berjudul “Two Treaties of Goverment” mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi dalam organ-organ negara yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Menurut beliau agar pemerintah tidak sewenang-wenang, maka harus ada pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam kekuasaan,yaitu:
            1. Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).
2. Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).
3. Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan diplomtik dengan      negara-negara lain).
Pendapat John Locke inilah yang mendasari muncul teori pembagian kekuasaan sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan (absolut) dalam suatu negara.

3. KONSEP TRIAS POLITICA MONTESQUIEU

Menurut Montesquieu seorang pemikir berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya yang disebut trias politica. Dalam bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748 menawarkan alternatif yang agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut Montesquieu untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam 3 organ, yaitu:
a)                  Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).
b)                  Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).
c)                  Kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang).

            Konsep yang dikemukakan oleh John Locke dengan konsep yang dikemukakan oleh Montesquieu pada dasarnya memiliki perbedaan, yaitu:
a) Menurut John Locke kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan yang mencakup kekuasaan yuikatif karena mengadili itu berarti melaksanakan undang-undang, sedangkan kekuasaan federatif (hubungan luar negeri) merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri.
b) Menurut Montesquieu kekuasaan eksekutif mencakup kekuasaan ferderatif karena melakukan hubungan luar negeri itu termasuk kekuasaan eksekutif, sedangkan kekuasaan yudikatif harus merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan terpisah dari eksekutif.
c) Pada kenyataannya ternyata, sejarah menunjukkan bahwa cara pembagian kekuasaan yang dikemukakan Montesquieu yang lebih diterima. Kekuasaan ferderatif diberbagai negara sekarang ini dilakukan oleh eksekutif melalui Departemen Luar Negerinya masing-masing (Moh. Mahfud MD, 2001: 73). Seperti halnya dalam praktek ketatanegaraan Indonesia selama ini.

Mengenai pembagian kekuasaan seperti yang dikemukakan Montesquieu, yang membagi kekuasaan itu menjadi tiga kekuasaan, yaitu: legislatif, eksekutif, dan yudikatif, Jimly Asshiddiqie menjelaskan lagi mengenai cabang-cabang dari kekuasaan-kekuasaan itu. Cabang kekuasaan legislatif terdiri dari:

a. Fungsi Pengaturan (Legislasi).
b. Fungsi Pengawasan (Control).
c. Fungsi Perwakilan (Representasi).

Kekuasaan Eksekutif juga mempunyai cabang kekuasaan yang meliputi :
a. Sistem Pemerintahan.
b. Kementerian Negara.
Begitu juga dengan kekuasaan Yudikatif mempunyai cabang kekuasaan sebagai berikut :
1.      Kedudukan Kekuasaan Kehakiman.
2.      Prinsip Pokok Kehakiman.
3.      Struktur Organisasi Kehakiman.
Jadi menurut Jimly Asshiddiqie kekuasaan itu masing-masing mempunyai cabang kekuasaan sebagai bagian dari kekuasaan yang dipegang oleh lembaga negara dalam penyelenggaraan negara.




















4. PEMBAGIAN KEKUASAAN DI INDONESIA
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa indonesia, namun sistem ketatanegaraan Republik indonesia tidak terlepas dari ajaran Trias Politica Montesquieu. Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif  yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling meminta pertanggung jawaban.
Apabila ajaran trias politika diartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan maka jelas Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran tersbut, oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara.
Susunan organisasi negara adalah alat-alat perlengkapan negara atau lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 baik baik sebelum maupun sesudah perubahan. Susunan organisasi negara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan yaitu :
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
(2) Presiden
(3) Dewan Pertimbagan Agung (DPA)
(4) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
(5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
(6) Mahkmah Agung (MA)
Badan-badan kenegaraan itu disebut lembaga-lembaga Negara. Sebelum perubahan UUD 1945 lembaga-lembaga Negara tersebut diklasifikasikan, yaitu MPR adalah lembaga tertinggi Negara, sedangkan lembaga-lembaga kenegaraan lainnya seperti presiden, DPR, BPK, DPA dan MA disebut sebagai lembaga tinggi Negara.
Sementara itu menurut hasil perubahan lembaga-lembaga negara yang terdapat dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
(2) Presiden
(3) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
(4) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
(5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
(6) Mahkmah Agung (MA)
(7) Mahkamah Konstitusi (MK)
Secara institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan.
Dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada, yaitu;
A. Sebelum Perubahan
1.MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta mengubah UUD
2.Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:
a.      Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;
b.      Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP, Perpu;
c.       Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi
d.      Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.
3.DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
4.DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
5.BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
6.MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.




B. Setelah Perubahan
1.MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
2.DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
3.DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
4.BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
5.Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
6.Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
7.Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan –hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik hanya sepihak atau searah saja.
5. LATAR BELAKANG CHECKS AND BALANCES DI INDONESIA

Penyelenggaraan kedaulatan rakyat sebelum perubahan UUD 1945 melalui sistem MPR dengan prinsip terwakili telah menimbulkan kekuasaan bagi presiden yang demikian besar dalam segala hal termasuk pembentukan MPR. Periode orde lama (1959-1965), seluruh anggota MPR(S) dipilih dan diangkat langsung oleh Presiden. Tidak jauh berbeda pula pada masa orde baru (1966-1998) dari 1000 orang jumlah anggota MPR, 600 orang dipilih dan ditentukan oleh Presiden. Hal tersbut menunjukan bahwa pada masa-masa itu MPR seakan-akan hanya menjadi alat untuk mempertahankan penguasa pemerintahan (presiden), yang mana pada masa itu kewenangan untuk memilih dan mengangkat Presiden dan/ atau Wakil Presiden berada di tangan MPR. Padahal MPR itu sendiri dipilih dan diangkat oleh Presiden sendiri, sehingga siapa yang menguasai suara di MPR maka akan dapat mempertahankan kekuasaannya.
Pengangkatan anggota MPR dari unsur Utusan Daerah dan unsur Utusan Golongan bagi pembentukan MPR dalam jumlah yang demikian besar juga dapat dilihat sebagai penyimpangan konstitusional, karena secara logika dalam hal kenyataan juga terlihat wakil yang diangkat akan patuh dan loyal kepada pihak yang mengangkatnya, sehingga wakil tersebut tidak lagi mengemban kepentingan daerah atau golongan yang diwakilinya. Akibatnya adalah wakil-wakil yang diangkat itu tidak lagi memiliki hubungan dengan yang diwakilinya. Namun terkait dengan hal itu, Presiden sendiri merupakan mandataris MPR yang harus bertanggung jawab kepadanya. Berdasarkan hal tersebut maka hubungan antara MPR dengan Presiden sangat sulit dilihat sebagai hubungan vertikal atau horizontal, jika terlepas dari MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara dan Presiden sebagai Lembaga Negara yang jelas mempunyai hubungan vertikal. Maka idealnya seluruh anggota MPR itu diplih rakyat melalui Pemilu.

Dan di sisi lain sesuai dengan ketentuan UUD 1945, keberadaan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, dianggap sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakayat. Konstruksi ini menunjukkan bahwa MPR merupakan Majelis yang mewakili kedudukan rakyat sehingga menjadikan lembaga tersebut sebagai sentral kekuasaan, yang mengatasi cabang-cabang kekuasaan lainnya. Adanya satu lembaga yang berkedudukan paling tinggi membawa konsekuensi seluruh kekuasaan lembaga-lembaga penyelenggara negara yang berada di bawahnya harus bertanggung jawab kepada MPR. Akibatnya konsep keseimbangan antara elemen-elemen penyelenggara negara atau sering disebut checks and balances system antar lembaga tinggi negara tidak dapat dijalankan.
Pada sistem MPR tersebut, juga menimbulkan kekuasaan bagi presiden yang demikian besar dalam pembentukan undang-undang (fungsi Legislasi) yang seharusnya dipegang DPR. Hal tersebut dapat dilihat dari rumusan pasal 5 ayat (1) naskah asli UUD 1945 yang berbunyi: “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Berdasarkan rumusan tersebut, dapat dilihat bahwa MPR mendistribusikan kekuasaan membentuk undang-undang kepada Presiden, atau setidaknya memberikan kewenangan yang lebih kepada Presiden dalam fungsi legislasi dari pada DPR. Karena keadaan yang demikian sehingga pengawasan dan keseimbangan antar lembaga tinggi negara sangat lemah sekali.
Orde reformasi yang dimulai pada bulan Mei 1998, yang terjadi karena berbagai krisis, baik krisis ekonomi, politik maupun moral. Gerakan reformasi itu membawa berbagai tuntutan, diantaranya adalah Amandemen UUD 1945, penghapusan doktrin dwi fungsi ABRI, penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan KKN, serta mewujudkan kehidupan yang demokratis. Tuntutan itu muncul karena masyarakat menginginkan perubahan dalam sistem dan struktur ketatanegaraan Indonesia untuk memuwujdkan pemerintahan negara yang demokratis dengan menjamin hak asasi warga negaranya.
Hasil nyata dari reformasi adalah dengan adanya perubahan UUD 1945 yang dilatar belakagi dengan adanya beberapa alasan, yaitu:
a. Kekuasaan tertinggi di tangan MPR.
b. Kekuasaan yang sangat besar pada Presiden.
c. Pasal-pasal yang sifatnya terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan multi tafsir.
d. Kewenangan pada Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang.
e. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Hal-hal tersebut merupakan penyebab mengapa keseimbangan dan pengawasan terhadap lembaga penyelenggara negara dianggap sangat kurang (checks and balances system) tidak dapat berjalan sehingga harus dilakukan Perubahan UUD 1945 untuk mengatasi hal tersebut.


Perubahan UUD 1945 yang terjadi selama empat kali yang berlangsung secara berturutan pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002 telah membawa dampak yang besar terhadap stuktur ketatanegaraan dan sistem penyelenggaraan negara yang sangat besar dan mendasar. Perubahan itu diantara adalah menempatkan MPR sebagai lembaga negara yang mempunyai kedudukan yang sederajat dengan Lembaga Negara lainnya tidak lagi sebagai Lembaga Tertinggi Negara, pergeseran kewenangan membentuk undang-undang dari Presiden kepada DPR, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, mempetegas penerapan sistem presidensiil, pengaturan HAM, munculnya beberapa lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial, dan lain sebagainya.
Terkait dengan perubahan kedudukan MPR setelah adanya Perubahan UUD 1945 Abdy Yuhana menjelaskan bahwa berdasarkan rumusan dari ketentuan Pasal 1 Ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” yang merupakan perubahan terhadap ketentuan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 sebelumnya yang berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Dari hasil perubahan tersebut dapat dilihat bahwa konsep kedaulatan rakyat dilakukan oleh suatu Lembaga Tertinggi Negara, yaitu MPR yang dianggap sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, sekarang melalui ketentuan tersebut telah dikembalikan kepada kepada rakyat untuk dilaksanakan sendiri. Konsekuensi dari ketentuan baru itu adalah hilangnya Lembaga Tertinggi Negara MPR yang selama ini dipandang sebagai pemegang sepenuhnya kedaulatan rakyat. Hal ini merupakan suatu perubahan yang bersifat fundamental dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dengan begitu maka prinsip supremasi MPR telah berganti dengan prinsip keseimbangan antar lembaga negara (checks and balances). Rumusan tersebut juga memang sengaja dibuat sedemikian rupa untuk membuka kemungkinan diselenggarakannya pemilihan presiden secara langsung, agar sesuai dengan kehendak untuk menerapkan sistem pemerintahan presidensial (Abdy Yuhana, 2007: 139).
Ni’matul Huda juga berpendapat bahwa dengan adanya pergeseran kewenangan membentuk undang-undang itu, maka sesungguhnya ditinggalkan pula teori “pembagian kekuasaan” (distribution of power) dengan prinsip supremasi MPR menjadi “pemisahan kekuasaan” (seperation of power) dengan prinsip checks and balances sebagai ciri melekatnya. Hal ini juga merupakan penjabaran lebih jauh dari kesepakatan untuk memperkuat sistem presidensial (Ni’matul Huda, 2003: 19). Dari dua pendapat tersebut maka dapat simpulkan bahwa Negara Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil perubahan telah menganut teori “pemisahan kekuasaan” (seperation of power) untuk menjamin prinsip checks and balances demi tercapainya pemerintahan yang demokratis yang merupakan tuntutan dan cita-cita reformasi.







BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat.
Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran Trias Politica karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara terdiri dari Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang, Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang, Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan megadilinya
Menurut UUD 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).
2.Saran
Lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan, dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada.













DAFTAR PUSTAKA
C.S.T. Kansil, Ilmu Negara, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 2007
 Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Bandung, Fokusmedia, 2007
 Soehino, Hukum Tatanegara, Yogyakarta, Liberty, 1985




Makalah Biokimia Siklus krebs sebagai rangkaian aksi untuk oksidasi lengkap bahan makanan


MAKALAH BIOKIMIA
Siklus krebs sebagai rangkaian aksi untuk oksidasi lengkap bahan makanan
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
KELOMPOK 3
*NUR RAHMA A.R
*WIKHA FEBRIANI SULTRA
*SANTI NOVITA PARADINA
*RIA RISKA
*SAMSIDAR YUNUS
*SITI AISYAH KARMING
*WULAN DARYANI

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr Wb
            Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidyah-Nya kepada kelompok kami untuk dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “SIKLUS KREBS SEBAGAI RANGKAIAN AKSI UNTUK OKSIDASI LENGKAP BAHAN MAKANAN“.
            Kami dari tim penulis atau kelompok III mengucapkan terima kasih kepada guru pembimbing atas ilmu baru yang kami dapatkan dari makalah ini yang merupakan salah satu ilmu yang belum pernah kami dapatkan sebelumnya            Semoga saja dalam penyusunan makalah ini, dapat memberi manfaat bagi peserta diskusi, dan kami dari tim penulis memohon maaf, apabila terdapat kesalahan kata ataupun kalimat yang tidak pantas untuk ditampilkan dalam sebuah diskusi, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Wassalamu Alaikum Wr Wb
Penulis
Kelompok 3










DAFTAR ISI


Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
BAB II Siklus Krebs Sebagai Rangkaian Aksi Untuk Oksidasi Lengkap Bahan Makanan
A.     Sumber ostetik ko.a
B.      Fungsi emfibolik siklus krebs
C.     Pebentukan energy pada siklus krebs
BAB III Penutup
Daftar Pustaka











BAB I
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Siklus asam sitrat atau yang dikenal juga dengan sebagai siklus krebs atau siklus asam trikarboksilat merupakan lintasan akhir bersama oksidasi karbohidrat, lipid dan protein. Adalah peran dari HA Krebs (1937) yang telah memberikan sumbangan percobaan eskperimental dan konseptual agar siklus ini dapat dipahami.
Siklus Krebs terkait dengan segi metabolisme biokimia yang sebenarnya; bahan yang masuk berasal dari karbohidrat dapat keluar membentuk lemak, sedangkan bahan yang masuk berasal dari asam amino dapat keluar membentuk karbohidrat. Namun, teramat jarang ialah dari lemak menuju karbohidrat.
Glukosa, asam lemak dan banyak asam amino akan dimetabolisasi menjadi asetil koA atau intermediet yang ada pada siklus asam sitrat.
Asetil koA selanjutnya dioksidasi yang akan menghasilkan hidrogen atau elektron sebagai ekuivalen pereduksi. Hidrogen tersebut kemudian memasuki rantai respirasi tempat sejumlah besar ATP dihasilkan dalam prses fosforilasi oksidatif. Enzim enzim yang berperanan pada siklus asam sitrat terdapat didalam mitokondria.








2.Rumusan masalah
Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui  siklus krebs sebagai rangkaian aksi untuk oksidasi lengkap bahan makanan
1.      Sumber ostetik ko A?
2.      Fungsi emfibolik siklus krebs?
3.      Pembentukan energy pada siklus krebs?



3.Maksud dan Tujuan
            Mengetahui siklus krebs sebagai rangkaian aksi untuk oksidasi lengkap bahan makanan
1.      Sumber ostetik ko A
2.      Fungsi emfibolik siklus krebs
3.      Pembentukan energy pada siklus krebs








BAB II
SIKLUS KREBS SEBAGAI RANGKAIAN AKSI UNTUK OKSIDASI LENGKAP BAHAN MAKANAN

A.Sumber Ostetik Ko.A
Siklus Krebs Adalah satu seri reaksi yang terjadi di dalam mitokondria yang membawa katabolisme residu asetyl, membebaskan ekuivalen hidrogen, yang dengan oksidasi menyebabkan pelepasan dan penangkapan ATP sebagai kebutuhan energi jaringan.
Fungsi Utama Siklus Krebs
(1) Menghasilkan karbondioksida terbanyak pada jaringan manusia.
(2) Menghasilkan sejumlah koenzim tereduksi yang menggerakkan rantai pernapasan untuk produksi ATP.
(3) Mengkonversi sejumlah energi serta zat intermidiet yang berlebihan untuk digunakan pada sintesis asam lemak.
(4) Menyediakan sebagian bahan keperluan untuk sintesis protein dan asam nukleat.
(5) Melakukan pengendalian langsung (produkbakal produk) atau tidak langsung (alosterik) terhadap sistem enzim lain melalui komponen-komponen siklus.
Kepentingan piruvat pada siklus Krebs Yaitu:
(1) Energi yang terkandung pada pada karbohidrat memasuki siklus melalui piruvat, sumber utama asetil KoA.
(2) Kompleks enzim yang mendekarboksilasi piruvat menjadi asetil KoA sangat mirip dari segi lokasi subsel, komposisi dan mekanisme kerja dengan α-ketoglutarat dehidrogenase kompleks.



Dekarboksilasi piruvat melibatkan piruvat dehidrogenase kompleks, suatu gugus enzim yang tersusun atas 3 komponen
E1
24 mol piruvat dehidrogenase
Kofaktor: TPP (tiamin pirofosfat)
E2
24 mol dihidrolipoil transasetilase
Lipoate, koenzim A
E3
12 mol dihidrolipoil dehidrogenase
FAD, NAD+

Pada tahapan terakhir kerja PDH kompleks akan dihasilkan NADH, H+, FAD, dan NADH yang di rantai pernapasan akan teroksidai dan menghasilkan 3 molekul ATP, H2O dan NAD.




Pengaturan Kompleks Piruvat Dehidrogenase

©      Pengaturan cepat kompleks PDH, inhibisi hasil kegiatan PDH yaitu asetil KoA dan NADH bersifat menghambat
©      Pengaturan PDH:

a)     Kompleks PDH bertindak atas besar muatan energi sel. Bila konsentrasi ATP tinggi, glikolisis semakin lambat dan aktivitas kompleks PDH menurun
b)     b. Kompleks PDH peka terhadap keadaan oksidasi-reduksi sel. Perbedaan jumlah NAD+, NADH, NADP+, dan NADPH yang terkumpul intraseluler dalam batas keseimbangan tertentu

Reaksi Siklus Krebs
Siklus reaksi diawali dengan reaksi antara asetil KoA dan (2C) dan asam oksaloasetat (4C) yang menghasilkan asam trikarboksilat, sitrat. Selanjutnya sejumlah 2 molekul atom CO2 dirilis dan teregenerasi. Sebenarnya hanya sedikit oksaloasetat yang dibutuhkan untuk menginisiasi siklus asam sitrat sehingga oksaloasetat dikenal dengan perannnya sebagai agen katalitik pada siklus Krebs.

Lokasi: mitokondria
 
LokasI: sitosol
 

Tahapan Reaksi Siklus Krebs

Tahap 1. sitrat sintase (hidrolisis)
Asetil KoA + oksaloasetat + H2Ositrat + KoA-SH
Merupakan reaksi kondensasi aldol yg disertai hidrolisis dan berjalan searah
Klinis: sitrat sintase sangat spesifik terhadap zat yang dikerjakan. Flouroasetil KoA dapat menggantikan gugus –asetil KoA. Flourosasetat kadang digunakan sebagai racun tikus. Bila termakan dapat berakibat fatal

Tahap 2. aconitase, memerlukan 2 tahap
Sitrat diubah menjadi isositrat oleh enzim akonitase yg mengandung Fe++ caranya : mula2 terjadi dehidrasi menjadi cis-akonitat ( yg tetap terikat enzim ) kemudian terjadi rehidrasi menjadi isositrat

Tahap 3. isositrat dehidrogenase (dekarboksilasi pertama)
Isositrat dioksidasi menjadi oksalosuksinat (terikat enzim) oleh isositrat dehidrogenase yg memerlukan NAD+
Reaksi ini diikuti dekarboksilasi oleh enzim yg sama menjadi α-ketoglutarat. Enzim
ini memerlukan Mn++ / Mg++
Ada 3 jenis isozim isositrat dehidrogenase :
satu jenis isozim menggunakan NAD+ (intramitokondria) isozim ini hanya ditemukan di dalam mitokondria NADH + H+ yg terbentuk akan diteruskan dalam rantai respirasi
Dua jenis isozim yg lain menggunakan NADP+ dan ditemukan di luar mitokondria (ekstramitokondria) dan sitosol




Tahap 4. α-ketoglutarat dehidrogenase kompleks (dekarboksilasi)
Dekarboksilasi oksidatif α-ketoglutarat (caranya seperti pada dekarboksilasi oksidatif piruvat) menjadi suksinil KoA oleh enzim α-ketoglutarat dehidrogenase kompleks
Enzim ini memerlukan kofaktor seperti : TPP, Lipoat,NAD+, FAD dan KoA-SH
Reaksi ini secara fisiologis berjalan searah
Klinis: Reaksi ini dapat dihambat oleh arsenit mengakibatkan akumulasi / penumpukan α-ketoglutarat

Tahap 5. suksinat thikonase (fosforilasi tingkat substrat)
Suksinil KoASuksinat
Reaksi ini memerlukan ADP atau GDP yg dengan Pi akan membentuk ATP atau GTP. Juga memerlukan Mg++
Reaksi ini merupakan satu2nya dalam TCA cycle yg membentuk senyawa fosfat berenergi tinggi pada tingkat substrat
Pada jaringan dimana glukoneogenesis terjadi ( hati & ginjal) terdapat 2 jenis isozim suksinat thiokonase, satu jenis spesifik GDP, satu jenis untuk ADP.
Pada jaringan nonglukoneogenik hanya ada isozim yg menggunakan ADP

Tahap 6: Suksinat dehidrogenase (dehidrogenasi & oksidasi)
Suksinat + FADFumarat + FADH2
Reaksi ini tdak lewat NAD,
Klinis: dihambat oleh malonat, asam dikarboksilat berkarbon 3. Suksinat dapat tertimbun dan pernapasan terhambat

Tahap 7 : Fumarase (dehidrasi)
Fumarat + H2OL-Malat
Tidak memerlukan koenzim


Tahap 8: Malat dehidrogenase
L-Malat + NAD+ Oksaloasetat + NADH + H+
Reaksi ini membentuk kembali oksaloasetat
Terdapat 6 isozim MDH, 50% isozim MDH adalah tipe IV
Klinis: kerusakan jaringan seringkali mengakibatkan kenaikan MDH tetapi pemeriksaan MDH tidak lazim dilakukan, karena lebih mudah untuk memeriksa dengan LDH

Regulasi siklus Asam Sitrat diatur oleh:
·         citrate synthase
·         isocitrate dehydrogenase
·         α-ketoglutarate dehydrogenase

Konsumsi oksigen, reoksidasi NADH, dan produksi ATP yang dikoupling


Kontrol regulasi:
1. Ketersediaan substrat – oxaloacetate menstimulasi sitrat sintase
2. Inhibis produk- substrat sitrat berkompetisi dengan oksaloasetat untuk sitrat sintase, NADH menginhibisi isositrat dehidrogenase dan α-ketoglutarate dehydrogenase, succinyl-CoA menginhibisi α-ketoglutarate dehydrogenase
3. Inhibisi feedback kompetitif - NADH menginhibisi sitrat sintase, suksinil KoA berkompetisi dengan asetil KoA pada reaksi sitrat sintase.
Regulator penting:
Substrat -acetyl-CoA dan oksaloasetat memproduksi - NADHRegulasi Siklus Asam Sitrat
·         Kontrol allosterik dari siklus enzim
·         isocitrate dehydrogenase
·         α-ketoglutarate dehydrogenase
·         pyruvate dehydrogenase phosphatase
·         ADP - allosteric activator dari isocitrate dehydrogenase
·         ATP - inhibibis isocitrate dehydrogenase
·         Ca2+ - activasi pyruvate dehydrogenase phosphatase,
·         isocitrate dehydrogenase, α-ketoglutarate dehydrogenase



B.Fungsi Amfibolik Siklus
Siklus asam sitrat adalah katabolic sebab terlibat dalam penguraian dan penghasil energi utama dalam
sebagian besar organisma. Akan tetapi beberapa jalur fotosintesis menggunakan senyawa intermedier dalam
siklus asam sitrat sebagai senyawa awalnya. (anabolisma) Jadi siklus asam sitrat bersift amfibolik , katabolic maupun anabolic. Semua jalur biosintesis yang menggunakan senyawa intermedier siklus asam sitrat juga memerlukan energi bebas. Konsekuensinya, fungsi katabolic siklus tidak dapat diganggu: senyawa intermedier yang sudah digunakan harus digantikan
Siklus asam sitrat bersifat amfibolik, yang artinya memiliki dua sifat yaitu anabolik (sintesis molekul untuk menjadi senyawa yang lebih kompleks) maupun katabolik (pemecahan molekul menjadi molekul yang lebih sederhana) hal ini disebabkan karena senyawa intermidiete harus digantikan.

Pintasan yang menggunakan senyawa intermidiete siklus asam sitrat adalah:
1. Biosintesis glukosa (glukoneogenesis) –oxaloacetate.
(yang ditransportasikan sebagai malate)
2. Biosintesis lipid -acetyl-CoA from ATP-citrate lyase.
ATP + citrate + CoA ADP + Pi + oxaloacetate + acetyl-CoA
3. Biosintesis asam amino - α-ketoglutarate (dehidrogenasi atau transaminasi dari glutamate) dan transaminasi oxaloacetate.
Biosintesis asam amino menggunakan senyawa intermedier SAS dalam 2 cara. a ketoglutarat digunakan untuk mensintesis glutamate. a ketoglutarat dan oksaloasetat juga digunakan untuk mensintesis glutamate dan aspartat dalam reaksi transaminasi. Kedua adlah sintesis porfirin yang menggunakan suksinil CoA sebagai senyawa awal.
Gambar 4-8. Siklus Asam Sitrat bersifat amphibolik

4. Biosintesi porfirin - succinyl-CoA.
Sifat amfibolik yang dimiliki oleh siklus Asam Sitrat
Berkaitan dengan reaksi anaplerotik yang berperan menggantikan senyawa intermidiet siklus Krebs yang habis:
·         Pyruvate carboxylase
Pyruvate + CO2 + ATP + H2O oxaloacetate + ADP + Pi.
·         Oksidasi asam lemak - succinyl-CoA.
·         Katabolisme (Ile, Met, Val) - succinyl-CoA.
·         Transaminasi dan deaminasi asam amino untuk menjadi - α- ketoglutarate dan oxaloacetate.

Reaksi yang menghasilkan senyawa intermedier SAS disebut reaksi anaplerotik. (ditunjukkan oleh
gambar di atas). Reaksi utama untuk ini adalah karboksilasi piruvat karboksilase membentuk oksaloasetat
Piruvat + CO2 + ATP + H2O ------ oksaloasetat + ADP + Pi

Energetika Siklus Krebs
Persamaan berikut ini menunjukkan rangkuman reaksi kimia siklus Krebs:
Asetil KoA +3NAD+ +FAD+GDP+Pi+2H2O 2CO2+KoASH+3NADH+H++FADH2+GTP
Untuk setiap molekul asetil KoA yang mengalami pembakaran dalam siklus, 12 mol
ATP dapat dihasilkan:
3 NADH=9ATP
FADH2=2ATP
GTP=1ATP+
TOTAL=12ATP

C.Pembentukan Energi Pada Siklus Krebs
Ada 8 enzim dalam siklus asam sitrat yang mengkatalisis serangkaian reaksi yang secara keseluruhan adalah oksidasi gugus asetil menjadi 2 mol CO2 diikuti dengnan pembentukan 3 NADH, 1 FADH dan GTP. Reaksi
tersebut adalah:
1. Kondensasi asetil CoA dengan oksaloasetat membentuk sitrat, sesuai dengan nama siklusnya. Reaksi ini dikatalisis enzim citrate synthase. Reaksi awal dalam siklus asam sitrat ini merupakan titik dimana atom klarbon dimasukkan ke dalam siklus sebagai asetil CoA.
2. Pengaturan kembali sitrat menjadi bentuk isomernya supaya lebih mudah untuk dioksidasi nantinya.
Aconitase mengubah sitrat, alcohol tersier yang tidak siap untuk dioksidasi, menjadi senyawa alcohol
sekunder, isositrat, merupakan senyawa yang lebih mudah dioksidasi. Reaksi ini melibatkan dehidrasi diikuti oleh hidrasi. Dalam hal ini gugus hidroksil sitrat ditransfer ke karbon yang berdekatan.
3. Oksidasi isositrat membentuk asam keto intermedier, oksalosuksinat disertai dengan reduksi NAD+menjadi NADH. Oksalosuksinat selanjunya didekarboksilasi menghasilkan a ketoglutarat. Ini merupakan
tahap pertama dimana oksidasi diiringi dengan terbentuknya NADH dan pembebasan CO2. Reaksi ini
dikatalisis enzim isositrat dehidrogenase.
4. a ketoglutarat selanjutnya didekarboksilasi membentuk suksinil CoA oleh multienzim a ketoglutarat dehidrogenase. Reaksi ini melibatkan reduksi kedua NAD+ menjadi NADH dan membebaskan molekul
CO2 kedua. Sampai titik ini, 2 mol CO2 sudah dihasilkan sehingga hasil bersih oksidasi gugus asetil telah
lengkap. Perhatikan bahwa atom C dari CO2 bukan berasal dari asetil CoA.
5. Suksinil CoA selanjutnya diubah menjadi suksinat oleh suksinil CoA sinthetase. Energi bebas dari ikatan thioester ini disimpan dalam bentuk senyawa berenergi tinggi GTP dari GDP dan Pi.
6. Reaksi selanjutnya dalam siklus ini adalah oksidasi suksinat menjadi oksaloasetat kembali untuk persiapan putaran berikutnya dalam siklus. Syuksinat dehidrogenase mengkatalisis oksidasi suksinat
mennjadi fumarat diiringi oleh reduksi FAD menjadi FADH2.
7. Fumarase selanjutnya mengkatalisis hidrasi ikatan rangkap fumarat menjadi malat
8. Tahapan terakhir adalah membentuk kembali oxaloasetat melalui moksidasi malat oleh enzim malat dehidrogenase. Pada tahap ini juga dihasilkan NADH ketiga dari NAD+
Hasil selengkapnya ditunjukkan oleh gambar berikut:
Gambar 4-6. Dekarboksilasi dan dehidrogenasi dalam Siklus Asam Sitrat

Jadi gugus asetil dioksidasi lengkap menghasilkan CO2 dengan stoikiometri sebagai berikut:
3NAD+ + FAD + GDP + asetil CoA + Pi ----------
3 NADH + 1 FADH2 + GTP + CoA + 2 CO2
NADH dan FADH2 adalah produk penting dari siklus asam sitrat. Keduanya akan dioksidasi kembali oleh O2 melalui rantai transport electron dan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP.
Gambar 4-7. NADH dan FADH yang dihasilkan dalam SAS selanjutnya ke transport electron
Tabel berikut menunjukkan total ATP yang terbetuk dalam siklus asam sitrat yang sudah dilanjutkan dengan rantai pernafasan.
Tabel 4-1. Stoikiometri pembentukan ATP dalam oksidasi aerob 1 mol glukosa

Masuknya asam amino ke dalam siklus Krebs
Transaminasi asam amino oksaloasetat dan α-ketoglutarat mengandung rantai karbon yang homolog dengan asam amino aspartat dan glutamat.
Piruvat juga homolog dengan alanin. Persediaan asam amino ini melebihi keperluan biosintesis protein, kelebihannya dapat segera diubah menjadi zat-antara siklus Krebs dan oksidasi kerangka karbonnya dapat menghasilkan energi.
Sebaliknya, asam-asam amino ini diperlukan misalnya untuk biosintesis, pembentukannya menggunakan analog asam keto yang didaur Krebs. Sehingga, demikian, daur Krebs yang biasa diartikan sebagai jalur katabolik dalam keadaan tertentu mempunyai fungsi anabolik.
Interkonversi reversible antara asam α-amino dan α-keto dikatalisis oleh transaminase, aminotransferase yang berperan sebagai perantara pertukaran gugus karbonil dan gugus amino antara oksaloasetat glutamat dan piruvat glutamat.

Reaksi-reaksi anaplerotik
Pengisian kekurangan/reaksi anaplerotik dibutuhkan untuk menjamin kecukupan zat-antara siklus Krebs. Hal ini diperlukan karena siklus Krebs dapat mengalami kekurangan zat intermidiet, diakibatkan karena peningkatan biosintesis aspartat dan glutamat. Keperluan akan zat antara dapat meningkat akibat jika terdapat sejumlah besar piruvat atau asetil KoA sehingga menipiskan oksaloasetat sebagai reseptor yang diperlukan pada sintesis sitrat.
a. Piruvat karboksilase. Pada kondisi dibebaskannya epinefrin sebagai akibat tekanan emosi dapat dibentuk piruvat dari glukosa dan asetil KoA dari asam lemak dapat dibentuk dalam jumlah yang besar.
Pada kondisi demikian, piruvat yang berlebih, akan diubah menjadi enzim alosterik dengan asetil KoA sebagai efektor positif.
Konsentrasi asetil KoA yang tinggi akan mengaktifkan piruvat karboksilase untuk sintesis oksaloasetat. Pada tahapan berikutnya, oksaloasetat menerima gugus asetil KoA sehingga terbentuk sitrat yang sekarang dihasilkan lebih banyak dari biasa
b. Enzim malat. Reaksi ini akan merubah sebagian besar piruvat dari piruvat yang masuk menjadi malat melalui reaksi karboksilasi reduktif. Malat yang merupakan produksi tambahan dengan mudah diubah menjadi oksaloasetat.
Di antara kedua jalur anaplerotik ini lebih diutamakan jalur piruvat karboksilase, Enzim malat namun demikian lebih reversibel dan menghasilkan lebih banyak NADPH yang diperlukan pada sintesis asam lemak.

Kompartementalisasi mitokondria
Untuk kelangsungan fungsi mitokondria yang normal diperlukan kadar zat antara yang mencukupi kerja enzim dan juga adanya keseimbangan osmotik dan ion antara mitokondria dan sitosol.
Tidak semua zat dalam sitosol dapat menembus mitokondria; contoh enzim sitosol (karena ukuran yang terlalu besar).
Koenzim sitosol, seperti NAD+ dapat menembus membran luar karena ukurannya kecil, akan tetapi, tidak menembus membran dalam mitokondria.
Membran luar mitokondria permeabel terhadap hampir semua molekul kecil dan ruang yang terselubungi oleh membran ini dinamakan ruang-luar mitokondria.

Ringkasan permeabilitas membran:
1. NAD, NADP, NADH, dan NADPH tidak menembus membran dalam mitokondria.
2. Zat intermidiete daur Krebs dapat bergerak dari luar dan ke dalam mitokondria dengan beberapa pengecualiaan, biasanya dengan perantaran translokase.
3. Asam amino yang dapat menghasilkan zat-antara daur Krebs atau piruvat dapat juga tembus ke ruang-dalam mitokondria.
4. ATP dan ADP dapat menembus dengan translokase khusus.
Translokase/enzim sistem transport
Memiliki sifat mirip dengan enzim yang bekerja pada larutan, akan tetapi karena kerjanya bukan mengkatalisis reaksi namun mengakibatkan perubahan muatan kovalen substrat sehingga seringkali tidak digolongkan sebagai enzim.
Konsep translokase ini menggarisbawahi konsep bahwa gerakan zat yang keluar-masuk mitokondria sangat teratur dan terkontrol.
Setiap translokase merupakan sistem mandiri dan ada kerja-sama antar sistem.
Sifat-sifat translokase:
-Kespesifikan :Translokase ATP tidak akan bekerja pada uridin, sitidin maupun inosin trifosfat (UTP, CTP, ITP).
-Kejenuhan :Translokas dapat jenuh dengan senyawa yang diangkutnya; berarti memiliki pedanan tetapan Michaelis- Menten (Km) atau kecepatan awal maksimum (Vmaks).
-Sifat inhibisi :Inhibitor yang khas menghambat aktivitas sebagian besar translokase.
-Ciri vektorial :Mengikuti arah dimensi ruang atau bersifat vektorial. Sebab itu, hanya bergerak ke luar mitokondria dan ADP harus ke dalam. Ciri tersebut tidak ada padanannya dalam enzimologi.
Translokase utama di mitokondria
Substrat
Mitra ion
Inhibitor
1. ADP
ATP
Atraktilat
2. Suksinat, malat, malonat
Pi
Klorosuksinat atau 2-butil malonat
3. Glutamat
OH-
4-Hidroksiglutamat atau 2-aminoadipat
4. α-ketoglutarat
Malat/malonat
2-Butilmalonat
5. Aspartat
Glutamat atau 2-amminoadipat
6. α-gliserofosfat
Dihidroksiasetonfosfat
7. Fosfat, arsenat, asetat
OH-
p-kloromerkuribenzoat
8. Sitrat, isositrat, atau cis-akonitat
Malat
2-butilmalonat atau benzen-1,2,3 trikarboksilat




Fungsi mitokondria pada lipogenesis

Diketahui bahwa asetil KoA merupakan bakal pada awal sintesis asam lemak rantai panjang. Enzim-enzim pembentuk asam lemak terdapat dalam sitosol; sehingga diperlukan suatu jalur agar asetil KoA yang dihasilkan di dalam mitokondria dari karbohidrat, asam amino atau prekrusor jenis karbohidrat lainnya haru s bisa menemukan jalan untuk masuk ke dalam sitosol.
Keadaan bila gizi berkecukupann dengan glukosa dan asam-amsam amino melebihi keperluan metabolisme aka energi yang berlebihan akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa. Transaminasi asam amino langsung menghasilkan zat-antara siklus Krebs sitrat dalam mitokondria.
Sitrat akan dikeluarkan dari mitokondria ke sitosol, di dalam sitosol di mana tempat enzim sitrat liase yang akan memecahnya menjadi oksaloasetat dan asetil KoA.
Oksaloasetat akan diubah ke malat oleh MDH sitosol kemudian malat dengan mudah diangkut kembali ke dalam mitokondria. Asetil KoA yang dihasilkan oleh sitrat liase sekarang dapat digunakan di sitosol untuk biosintesis asam lemak.
Sitrat bukan saja wahana utama untuk mengangkut gugus asetil dari mitokondria ke sitosol; zat ini juga berperan sebagai efektor alosterik yang positif pada langkah pertama biosintesis asam lemak.
Kebanyakan asam amino tidak dapat memasuki daur Krebs langsung melalui transaminasi; akan tetapi diperlukan transformasi metabolik.
Biosintesis asam lemak juga memerlukan NADPH. Fungsi mitokondria pada lipogenesis:
1. Mitokondria menghimpun senyawa-senyawa berkarbon dua atau empat dari
berbagai sumber.
2. Sitrat intramitokondria pada konsentrasi tinggi dengan mudah dikeluarkan ke
dalam sitosol.
3. Sitrat merupakan sumber utama asetil KoA dalam sitosol yaitu sebagai bahan
utama biosintesis asam lemak.
4. Sitrat diperlukan sebagai efektor alosterik dalam tahap pertamanya untuk
biosintesis asam lemak.
5. Konsentrasi ATP yang tinggi menggeser pola oksidasi glukosa ke arah produksi
NADPH yang diperlukan untuk biosintesi s asam lemak.
Fungsi mitokondria pada glukoneogenesis, interkonversi siklus Krebs
Peranannya pada proses glukoneogenesis, proses yang hanya sedikit terdapat pada sedikit jaringan terutama dalam hati dan ginjal.
Glukosa yang dihasilkan melalui jalur ini dapat masuk ke dalam peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan-jaringan seperti otak yang membutuhkan glukosa dalam jumlah besar.
Dengan sedikit modifikasi, jalur ini dapat membuka peluang lain, yaitu kesempatan untuk menimbun glukosa sebagai glikogen dalam hati dan otot rangka.

Terdapat tiga enzim yang memainkan peranan penting dalam proses glukoneogenesis antara lain:
(1) Piruvat karboksilase: mengkatalisi reaksi anaplerotik dengan menghasilkan oksaloasetat; enzim ini mutlak memerlukan asetil KoA untuk mempertahankan kompleks tetramer.
Enzim ini juga peka terhadap inhibisi akhir yang disebabkan oleh ADP. Dengan demikian, enzim mitokondria dengan peran kunci ini diaktifkan oleh muatan energi-tinggi dan asetil KoA, suatu hasil oksidasi asam lemak.
Piruvat karboksilase mengubah piruvat intramitokondria menjadi oksaloasetat. Oksaloasetat akan direduksi menjadai malaat dan setelah itu malat dapat dengan bebas diubah menjadi oksaloasetat.
(2) PEP karboksikinase; enzim monomer yang mengubah oksaloasetat sitosol menjadi PEP.
(3) Piruvat sintase; enzim yang termasuk keluarga oksidoreduktase yang berperan dalam mengubah piruvat + CoA + 2 ferredoxin teroksidasi acetyl-CoA + CO2 + 2 ferredoxin tereduksi+ 2 H+.

Klinis: Keadaan yang menuntut glukoneogenesis mengakibatkan peningkatan sintesis PEP karboksikinase. Puasa, diabetes, atau pengobatan dengan glukokortikoid dapat merangsang sintesis enzim ini.
Fungsi mitokondria pada glukoneogenesis:
1. Asam amino masuk ke dalam mitokondria, tempat enzim daur Krebs mengubah derivat Keto, berasal dari asam tadi menjadi sitrat dan oksaloasetat.
2. Dari oksaloasetat akan dihasilkan malat atau aspartat yang dikeluarkan dari sitosol, tempat rekonversi ke oksaloasetat terlaksana.
3. Piruvat mitokondria terkarboksilasi menjadi oksaloasetat melalui reaksi yang menggunakan asetil KoA sebagai aktivator alosterik.
4. Oksaloasetat akan mengalami dekarboksilasi menjadi PEP yang selanjutnya diubah menjadi glukosa atau glikogen.
Sistem pereduksi ekuivalen
Sistem shuttle (angkut). NAD akan tereduksi ke dalam rantai pernapasan. Sementara itu nukleotida tidak dapat menembus membran dalam mitokondria. Hal tersebut difasilitasi oleh malat-oksaloasetat translokase, atau sistem angkut yang dilakukan dengan menyebrangkan 2H dari sisi satu ke sisi lain membran.
Sistem angkut yang lain bergabung pada pasangan oksidasi-reduksi dihidroksiasetonfosfat dan α-gliserofosfat. Enzim yang berperan mempunyai bentuk ekstramitokondria yang berbeda dan menggunakan FAD sebagai koenzim. FAD  tereduksi, yang langsung akan dirangkaikan dengan rantai pernapasan melalui koenzim Q.
Sistem angkut gliserofosfat-dihidroksiasetonfosfat hanya mampu menghasilkan 2ATP dari satu NADH sitosol, sedangkan 3 ATP dapat dihasilkan oleh penggunaan sistem angkut malat-aspartat.

Ciri siklus Krebs: tertutupnya jalur lemak untuk dapat diubah menjadi glukosa
Ciri siklus Krebs terkait dengan jumlah atom karbon memiliki 2 kekhasan:
1. Masuknya dua karbon ke dalam siklus Krebs sebagai asetil KoA dan keluarnya 2 atom karbon sebagai CO2 memberikan makanya tidak ada hasil bersih atom karbon.
2. Atom karbon yang keluar sebagai CO2 tidak sama dengan yang masuk sebagai asetil KoA.
Asam lemak yang umum banyak didapatkan pada asupan, asam lemak dengan atom karbon genap tidak memberikan atom karbonnya untuk disintesis menjadi metilmalonil KoA untuk terisomerisasi menjadi suksinil KoAbahan oksaloasetat yang diperlukan sebagai bahan sintesis glukosa.
Asam lemak dengan atom karbon ganjil pada katabolisme akan menghasilkan beberapa molekul asetil KoA dan satu molekul proprionil KoA. Proprionil KoA dapat mengalami karboksilasi menjadi metilmalonil KoA yang seterusnya akan terisomerisasi menjadi suksinil KoA. Suksinil KoA merupakan bahan bakal oksaloasetat. Karena itu berbeda, dengan gugus asetil, gugus proprionil dapat memberi hasil bersih berupa atom karbon yang dapat digunakan pada sintesis KoA.
Namun demikian secara umum hanya sedikit jumlah asam lemak dengan jumlah atom karbon ganjil dan asam lemak berantai panjang. Sehingga, pandangan umum bahwa sintesis asam lemak hanya sedikit yang berperan untuk memperoleh hasil bersih sintesis glukosa
.



BAB III
PENUTUP

1.   KESIMPULAN

*     Siklus Krebs merupakan sarana pengaruh bermacam zat yang berasal dari berbagai jalur metabolisme menjadi beberapa macam zat-antara yang lazim berperan pada jalur katabolisme dan anabolisme
*     Beberapa enzim berperan sebagai alat bantu, mengkatalisis berbagai reaksi anaplerotik untuk mempertahankan dan atau mengisi kembali komponen-komponen siklus Krebs
*     Kepentingan siklus Krebs erat rangkaiannya dengan rantai pernapasan serta dihasilkannya ATP yang diperlukan pada gerakan, transportasi, dan biosintesis


2.   SARAN

            Kejenuhan Siklus Kreb. Siklus Kreb adalah merupakan rangkaian oksidasi lengkap bahan makanan: sebagai sumber ostetik koenzim A, fungsi emfibolik siklus Kreb serta pembentukan energi. Jika kita makan berlebihan maka siklus kreb akan dapat menjadi jenuh sehingga metabolisme akan menjadi tidak normal. Kedaan tersebut berdampak pada keadaan tubuh akan lebih rajin menyimpan eerginya dalam bentuk lemak akibatnya orang cenderung kegemukan dan obesitas yang tentunya berisiko terkena berbagi penyakit degeneratif, atau penyakit yang biasanya bersifat kronis membutuhkan waktu dan biaya banyak untuk penanganannya yang bisa bikin menderita baik yang sakit maupun keluarga yang membiayainya.


DAFTAR PUSTAKA
Prawihartono Slamet dan Sri Hidayati. 2007. Sains Biologi 3 SMA. MA. Jakarta : PT. bumi Aksar
Diambil dari beberapa situs diinternet diantaranya :
http//: bio206_texbook_bionergetik_dan metabolism.pdf
http//:handoutajarsikluskrebs.pdf_adobereader
www.bahanajarsikluskrebs.com